Selasa, 21 Desember 2010

TRUNYAN

“TENWURUK”
Masih ada, Sejak sebelas abad yang lalu
Tenwuruk yang berarti tidak ditimbun, itulah prosesi  penguburan khas ala desa trunyan, kec. Kintamani, kab. Bangli. Penguburan di desa ini berbeda dengan desa – desa di bali pada umumnya, yang melakukan penguburan dengan cara ditimbun tanah sebelum diaben(pembakaran mayat). Namun, di desa ini penguburan dilakukan hanya dengan meletakkan mayat yang sudah dikafani (mayat dibalut kain kafan dan hanya diperlihatkan kepalanya)namun tidak menimbulkan bau karena diletakkan  disamping pohon taru menyan ( kayu wangi ) yang hanya dipagari bambu. Ini dilakukan sebelum mayat tersebut diaben. Dalam tradisi masyarakat trunyan pengabenan dilakukan tiga, Sembilan, duabelas hingga limabelas tahun sekali . Jika mayat yang di tenwuruk sudah berbentuk tengkorak maka akan dipindah ke tempat khusus menaruh tengkorak dan tulang –  tulang lainnya.Tidak sembarang orang yang dimakam di kuburan yang maksimal ditempati sebelas mayat ini.  Hanya warga asli trunyan seperti:  kepala desa adat, penghulu, ,  pemangku , dan orang dewasa yang meninggal secara wajar. Sedangkan untuk bayi dan orang meninggal tidak wajar (kecelakaan, bunuh diri) makamnya dipisah. Bahkan makam antara kepala desa adat, pemangku, penghulu,  dipisah dengan warga biasa dan dipayungi dengan kain putih, sedangkan untuk warga biasa hanya digeletakkan saja dandipagari bambu.  Di bali sendiri hanya trunyan yang memiliki cara penguburan yang sudah berumur sebelas abad-an ini. 





Makam di desa trunyan yang ditempati maksimal sebelas mayat
Makam khusus kepala adat, pedanda , dan pemangku yang wajib dilengkapi payung putih



Salah satu mayat yang dimakam di trunyan
Kayu taru menyan, yang diyakini dapat menghilangkan bau busukyang ditimbukan mayat
Diletakkan, tengkorak diletakkan di atas batu sebelum diaben.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar